BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan sesuatu yang lazim kita dengar dalam kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan yang bermutu adalah sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Hal
ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Berdasarkan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap
jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga
bermutu, beretika, bermoral, sopan, santun dapat berinteraksi dengan
masyarakat, dan bersaing dalam dunia kerja. Kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80
persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil
dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal
ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting
untuk ditingkatkan.
Pendidikan
karakter merupakan salah satu bentuk perwujudan hasil sarasehan nasional yang
diselenggarakan oleh Kemendiknas pada tanggal 14 Januari 2010 tentang
"Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa" sebagai gerakan nasional.
Gerakan nasional ini didasarkan pada beberapa hal yang menyebabkan memudarnya
sikap kebhinekaan dan kegotongroyongan dalam kehidupan masyarakat Indonesia
sebagai bentuk degradasi moral. Pengikisan dalam degradasi moral yang
dimaksud adalah seperti Perilaku anarkhisme dan ketidakjujuran marak di
kalangan siswa, misalnya tawuran, menyontek, seks bebas, bahkan penyalahgunaan
narkoba. Kepedulian terhadap pendidikan karakter telah dirumuskan pada fungsi
dan tujuan pendidikan sebagai pembangunan berkelanjutan pada faktor pendidikan
bangsa ini. Hal ini tersirat dalam bunyi Pasal 3 Undang-Undang (selanjutnya
disebut UU) Nomor (Selanjutnya disebut No.) 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyebutkan:
Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Ketentuan
undang-undang tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan nasional mendorong
terwujudnya generasi penerus bangsa yang memiliki karakter religius, berakhlak
mulia, cendekia, mandiri, dan demokratis. Seiring dengan keadaan yang ada,
lembaga pendidikan sebagai lembaga akademik dengan tugas utamanya
menyelenggarakan pendidikan dan mengembangkan ilmu,pengetahuan, teknologi, dan
seni. Dimana dalam hal ini tujuan penyelenggaraan pendidikan, sejatinya tidak
hanya mengembangkan keilmuan, tetapi juga membentuk kepribadian, kemandirian,
keterampilan sosial, dan karakter. Oleh sebab itu, berbagai program dirancang
dan diimplementasikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, terutama
dalam rangka pembinaan karakter. Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai
sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan
watak, atau pendidikan akhlak yang tujuannya mengembangkan kemampuan siswa
untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik , dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Karena
itu, “muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral
reasoning, moral feeling, dan moral behavior” (Lickona, 1991 : 21). Secara
praktis, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai kebaikan
kepada siswa di lingkungan sekolah dengan meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa (YME), sesama manusia,
lingkungan, maupun nusa dan bangsa. Pendidikan karakter dapat menjadi salah
satu obat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit sosial karena pendidikan
karakter yang diterapkan dalam sebuah lembaga pendidikan dapat dijadikan
sebagai sarana pembudayaan dan pemanusiaan. Berdasarkan hal tersebut, maka
pendidikan karakter perlu diberlakukan untuk di negeri ini, salah satu caranya
yaitu dengan mengoptimalkan peran sekolah. Pihak sekolah bekerja sama dengan
keluarga, masyarakat, dan elemen bangsa yang lain demi mensukseskan agenda
besar menanamkan karakter kepada peserta didik sebagai calon penerus bangsa di
masa yang akan datang. Penanaman pendidikan karakter didalam kurikulum sekolah
merupakan amanat kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional dimana dalam hal ini adalah “pengintegrasian pendidikan karakter ke
dalam kurikulum, mulai dari jenjang prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan
menengah baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal, hingga perguruan
tinggi”.(www.antaranews.com, diakses tanggal 15/5/2010)
Salah
satu kriteria paling objektif mengenai keberhasilan penerapan pendidikan
karakter adalah prestasi akademis para siswa. Pendidikan karakter yang
diterapkan dalam lingkungan pendidikan akan memiliki dampak langsung pada
prestasi belajar. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam penelitian Problem
Posing Tipe Pre Solution Posing dimana penelitian ini didasarkan pada siswa
membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru.
Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru, sedangkan siswa membuat
pertanyaan dan jawabannya sendiri. Pada penelitian Problem Posing Tipe Pre
Solution Posing berbasis pendidikan karakter yang dilakukan secara berkelompok
pada mata pelajaran matematikan yang dilakukan dalam dua tahap menunjukkan
bahwa hasil belajar siklus I ini yang diperoleh mengalami peningkatan pada
siklus II (Setyawati dan Handayanto, Jurnal, TTH : 7).
Dimana pada siklus I dari 31 peserta
yang ada terdapat 7 peserta yang nilainya belum tuntas atau masih di bawah 55,
dan 24 peserta yang nilainya tuntas dengan ketuntasan belajar klasikal 77,42 %.
Namun hasil nilai tes formatif 1 peserta pada siklus I ini masih belum mencapai
indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu rata-rata hasil belajar peserta
adalah minimal 5,5 dengan ketuntasan belajar 85%. Sedangkan hasil belajar
peserta pada siklus II mengalami peningkatan yang sangat signifikan bila
dibandingkan dengan hasil belajar pada siklus I, hal ini dapat dilihat dari
hasil nilai tes. Dimana dari 31 peserta yang ada hanya terdapat 2 mahasiswa yang
nilainya belum tuntas atau masih di bawah KKM, dan ada 29 peserta yang nilainya
telah tuntas atau di atas KKM yang telah ditetapkan oleh sekolahan. Ketuntasan
belajar klasikal yang diperoleh mampu mencapai 93,55% . Hasil nilai tes
formatif peserta pada siklus II ini telah mencapai indikator keberhasilan yang
ditetapkan yaitu rata-rata hasil belajar peserta adalah minimal 5,5 dengan
ketuntasan belajar 85%. Dari hasil pengamatan pada siklus II ini telah
menunjukkan bahwa peserta sudah dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
baik sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada dalam model pembelajaran Problem
Posing Tipe Pre Solution Posing Secara Berkelompok. Suasana kelas lebih tertib,
terkendali, dan kondusif. Kegiatan dalam kelompok sudah dapat berlangsung dengan
baik. Dari hasil pengamatan menunjukkan nilai-nilai karakter bangasa antara
lain sikap-sikap kerjasama yang baik, peduli antara anggota kelompok, dan sudah
lebih percaya diri tampil di depan terjadi pada siklus II (Setyawati dan
Handayanto, Jurnal, TTH : 7 ) 5 Data di atas setidaknya memberi gambaran bahwa
guru sangat berperan dalam mengkomunikasikan soft skills di sekolah.
Melihat
hasil-hasil pendidikan karakter yang positif tersebut maka diperlukan
pengintegrasian pendidikan karakter dalam setiap mata pelajaran termasuk pada
pelajaran matematika. Pembelajaran matematika sangat menarik untuk dihubungkan
dengan pendidikan karakter karena matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin
ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan
teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Untuk membekali peserta didik menjadi seorang penguasa teknologi yang mampu
memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidaklah cukup
hanya dengan membekali penguasaan kognitif saja, namun diperlukan pembentukan
karakter peserta didik. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Mata
Pelajaran Matematika menyatakan bahwa pembelajaran matematika SMA bertujuan
agar para siswa SMA:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien
dan tepat dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3.Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram
atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah
5.Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah
Karakteristik mata pelajaran
matematika antara lain adalah menuntut kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, kreatif dan inovatif serta menekankan pada penguasaan
konsep dan algoritma disamping pemecahan masalah. Menurut Soedjadi “nilai-nilai
yang terkandung dalam matematika meliputi kesepakatan, kebebasan, konsisten dan
kesemestaan” (Suyitno, 2011:23). Karakteristik mata pelajaran matematika dan
nilai-nilai yang terkandung dalam matematika tersebut dapat ditumbuhkan pada
proses pembelajaran dengan pemilihan metode dan materi yang tepat. “Ciri umum
matematika yaitu: (1) Objek matematika adalah abstrak; (2) Matematika
menggunakan simbul-simbul yang kosong dari arti; (3) Berpikir matematika
dilandasi aksioma; dan (4) Cara menalarnya adalah deduktif” (Hudojo dalam
Juhartutik, 2012: 18).
Selama ini, guru
belum banyak menumbuhkan pendidikan karakter kepada siswa, sehingga banyak
siswa yang belum menyadari karakter yang seharusnya terbentuk, mereka lebih
suka mencontek atau bertanya kepada siswa lain sewaktu mengerjakan soal, takut
bertanya kepada guru jika belum paham tentang materiyang diajarkan,
menyepelekan tugas atau pekerjaan rumah dan banyak siswa yang berbicara dengan
teman-temannya selama proses pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu,
pendidikan karakter khususnya sikap percaya diri, kejujuran serta tanggung
jawab sangat penting dalam pembelajaran Matematika, sehingga dalam proses
pembelajaran rasa percaya diri, disiplin serta tanggung jawab diharapkan dapat
muncul dan dimiliki oleh setiap siswa. Permasalahan yang ada dalam pendidikan
saat ini yaitu lebih mengutamakannya pada aspek kognitif dari pada afektif dan
psikomotorik.
Dari
beberapa kasus pelaksanaan Ujian Nasional pun lebih mementingkan aspek
intelektualnya daripada aspek kejujurannya, tingkat kejujuran Ujian Nasional
itu hanyalah 20%, karena masih banyak peserta didik yang menyontek dalam
pelbagai cara dalam mengerjakan Ujian Nasional itu. Saat ini belum banyak
sekolah yang memberikan pendidikan secara instens untuk moralitas” (Dumiyati,
Jurnal, 2011 : 98).
Atas dasar amanat
pendidikan dan tujuan pendidikan nasional, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang studi kasus “PERAN GURU MATEMATIKA TERHADAP PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN BERKARAKTER DI SMA NEGERI TOMPOBULU”. SMA tersebut merupakan salah
satu sekolah Negeri di Kabupaten Maros, Kecamatan Tompobulu yang sudah
melaksanakan pendidikan karakter atau membangun karakter sekitar tiga tahun
ini, seperti membangun budaya sekolah itu sendiri bahkan dalam sebagian mata
pelajaran. Sudah lama ini sekolah tersebut menerapkan pendidikan karakter
bahkan bukan hanya pada pembelajarannya tetapi juga budaya sekolah seperti
berdoa sebelum pelajaran dan lain sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka kami merumuskan masalah dalam
penelitian ini yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud pendidikan berkarakter......?
2. Apa tujuan diadakanya pendidikan
berjarakter.....?
3. Bagaimana
penerapan pendidikan berkarakter dalam pembangunan jati diri bangsa.......?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud
pendidikan berkarakter.....!
2. Untuk mengetahui Apa tujuan diadakanya
pendidikan berjarakter....!
3. Untuk mengetahui Bagaimana penerapan
pendidikan berkarakter dalam pembangunan jati diri bangsa......!
D.
Manfaat penelitian
Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
Teoritis ataupun Praktis:
1.
Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bahan bacaan intuk
peneliti selanjutnya terutama yang mengambil tema yang sama dengan penelitian
ini.
2. Secara Praktis, penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat untuk untuk mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai
sistem pendidikan berkarakter yang saat ini sedang di terapkan di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Definisi pendidikan Karakter
Pendidikan
merupakan proses internalisasi Budaya kedalam diri seseorang dan masyarakat
sehingga membuat orang atau masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan sarana
transfer ilmu pengetahuan saja, tetapai sebagai sarana pembudayaan dan
penyaluran nilai sehingga terciptanya karakter.
Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Karakter
berasal dari bahasa latin “kharakter”,
“kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris “character” dan Indonesia “karakter”,
Yunani “character” (dari charassein)
yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus, karakter diartikan
tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain. Selanjutnya, karakter mengandung tiga unsur pokok
yaitu mengetahui kebaikan (knowing the
good), mencintai kebaikan (loving the
good) dan melakukan kebaikan (doing
the good)). pendidikan karakter yang baik, harus melibatkan bukan saja
aspek “pengetahuan yang baik” tetapi juga “merasakan dengan baik” atau loving
good (moral feeling), dan “perilaku
yang baik”. Jadi pendidikan karakter erat kaitannya dengan “habit” atau
kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan dilakukan. Pendidikan karakter
dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang
selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial
untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan
Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk
membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,
dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh
pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan
kemampuan, rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta
didik.
Pendidikan
karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan
sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan,
dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah
secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi; nilai-nilai yang
perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan
tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen
sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di
sekolah.
Tujuan dasar
pendidikan karakter :
Pertama, Manusia Indonesia
harus bermoral, berahlak, dan berperilaku baik. Oleh karena itu masyarakat dihimbau
menjadi masyarakat religius yang anti kekerasan.
Kedua, Bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang cerdas dan rasional, Berpengetahuan dan memiliki daya nalar
tinggi.
Ketiga, Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
inovatif dan mengejar kemajuan serta bekerja keras mengubah keadaan.
"Negara tak akan berubah kalau kita tak mengubahnya,"
Keempat, Memperkuat semangat harus bisa. Seberat
apapun masalah yang dihadapi jawabannya selalu ada.
Kelima, Manusia Indonesia harus menjadi patriot
sejati yang mencintai bangsa dan negara serta tanah airnya.
Pendidikan
karakter yang ditanamkan sejak dini akan berdampak positif pada tahun-tahun
mendatang, dengan muncul dan lahirnya manusia Indonesia yang unggul. Dapat
ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pembangunan
karakter merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia
sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bagian
penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Menyadari kondisi
karakter masyarakat saat ini, pemerintah mengambil inisatif untuk
mengarusutamakan pembangunan karakter bangsa. Pendidikan karakter bertujuan
untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Sasaran
pendidikan karakter adalah Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik,
guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini.
Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter
dengan baik dijadikan sebagai best
practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah
lainnya.
Pendidikan
karakter merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses
pembelajaran dan suasana belajar untuk
mengembangakan potensi diri peserta didik secara aktif untuk memiliki
kepribadian, budi pekerti, dan ahlak mulia sehingga karakter ini terbentuk dan
menjadi ciri khas peserta didik. (Sumantri. 2010: 38)
Pendidikan Karakter
adalah pendidikan budi pekerti, yaitu melibatkan aspek pangetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Pendidikan karakter seharusnya
membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai
secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam
bagian ini dijelaskan pengertian
konsep-konsep dan istilah yang dapat membantu mengarahkan penulis dalam
mengkaji pokok permasalahan utama dalam penelitian. Istilah dan konsep yang
berhubungan dengan permasalahan yang dikaji yaitu: “PERAN GURU MATEMATIKA
TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN BERKARAKTER DI SMA NEGERI TOMPOBULU”Penulis
menggunakan beberapa sumber yang kiranya relevan dengan Permasalahan yang
dibahas dalam proses penelitian ini. Hasil penelitian yang terdahulu yang
terdapat kesamaan dengan penelitian ini di antarnya adalah karya:
1. Sumantri,
(Endang, 2010). Pendidikan karakter harapan handal bagi masa depan pendidikan
bangsa. Pribumi Mekar. Bandung. Karakter mulia berarti individu memiliki
pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti
reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan
inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati,
rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah
hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun,
ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif,
inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai
waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta
keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu yang berkarakter
baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia
internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya
dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
2. Sumantri Endang & Sofyan Sauri, 2006.
Konsep dasar pendidikan nilai. Pribumi mekar. Bandung. Pendikan nilai adalah
sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mendalami nilai-nilai
serta menempatkan secara integral dalam kseluruhan hidupnya.
3.
Doni Koesoema A. 2010. Pendidikan
Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Grasindo. cetakan ke-2. Buku utama bagi pengembangan visi guru
sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter. Jika guru adalah pelaku
perubahan, perubahan itu harus tampil pertama-tama dalam diri guru. Buku ini
menawarkan pemikiran dan strategi utama bagi para guru agar mampu menjadi
pelaku perubahan dan pendidik karakter yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
kita dewasa ini. Buku ini layak dibaca oleh guru, pendidik, pemimpin sekolah,
pejabat diknas, dan orang tua yang menginginkan kerja sama sinergis sekolah
dalam pembentukan karakter siswa.
4.
Kemendiknas. 2010. Pendidikan karakter di sekolah menegah pertama.
Jakarta. Kemendiknas. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan
ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan
karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus
berkarakter.
5. Kemendiknas.
2010. Model pembinaan pendidikan karakter di lingkungan sekolah. Jakarta. Kemendiknas. Pembinaan karakter bangsa dalam membangaun prilaku dan
etika merupakan pembinaan yang baik, dan merupakan suatu pembinaan dassr yang
utama bagi seluruh mahluk dalam kehidupan bermasyarakat. Pembinaan tersebut
bertujuan untuk melatih perbutan, ucapan, dan pikiran. Agar selalu berbuat
kebaikan dan mencegah kesalahan yang dapat menyebabkan penderitaan.
C. Hipotesis
1.
Adanya hubungan antara aplikasi
pendidikan karakter dengan peningkatan mutu pendidikan di tingkat sekolah
menengah pertama.
2.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat.
BAB III
PROSEDUR
PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode
adalah suatu teknik atau cara kerja dalam menyampaikan materi guna mencapai
tujuan. Metode adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis data-data
dan sumber informasi. Sementara yang di maksud dengan Penelitian adalah
Penyelidikan yang seksama dan teliti terhadap suatu subjek
atau fakta-fakta pendidikan
dilapangan guna menghasilkan produk baru, memecahkan suatu masalah, atau untuk
menyokong dan menolak suatu teori.
(Suharsimi Arikunto 1998 : 97).
Lebih
khusus lagi Metode penelitian pendidikan adalah seperangkat aturan dan prinsip
sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber data secara efektif, menilainya
secar kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil yang di capai dalam bentuk
tulisan. (Suharsimi Arikunto 1998 : 97).
Dalam
penelitian ini pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka,
yang datanya berujud bilangan (skor atau nlai, peringkat atau frekuensi), yang
dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau
hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi bahwa
suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain (Creswell, 2002).
Sedangkan penelitian kualatitafif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan
jalan melibatkan berbagai metode (Denzin dan Lincoln, 1994).
Berdasarkan
defenisi diatas maka metode penelitian yang digunakan yaitu sebagai berikut:
1.
Metode Cross-sectional yaitu: metode penelitian yang dilakukan dengan
mengumpulkan data pada satu titik waktu dari sampel yang terdiri dari satu atau
lebih kelompok yang dibandingkan variabelnya, dalam waktu yang relatif singkat
dan dapat mengumpulkan data yang banyak.
2.
Metode Penelitian Deskriptif ialah: penelitian
yang bertujuan menguji dan melaporkan segala sesuatu secara apa adanya dalam
upaya memahami dan menjelaskannya.
3.
Metode Penelitian Komparatif ialah:
suatu pendekatan penelitian dimana peneliti bertujuan mencari hubungan langsung
diantara variabel-variabel yang dibandingkan satu sama lain.
B.
Variabel Penelitian
Variabel
penelitian adalah objek penelitian yang menjadi perhatian suatu penelitian.
(Suharsimi Arikunto 1998 : 97). Dalam variabel penelitian ada yang di sebut
dengan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang
memepengaruhi sedangkan variabel terikat adalah variabel akibat.(Suharsimi
Arikunto 1998 : 97). Penelitian dilakukan tehadap dua variable yaitu :
1. Variable bebas yaitu yang direkayasa
oleh peneliti yang berimbas pada variable terikat. Variable bebas dalam karya
ilmiah ini adalah: “PERANAN GURU MATEMATIKA TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
BERKARAKTER DI SMA NEGERI TOMPOBULU”.
2. Hasil atau akibat yang terjadi karena pengaruh
variabel bebas. Variabelterikat dalam penulisan karya ilmiah ini adalah: “SEKOLAH
MENENGAH ATAS DI KECAMATAN TOMPOBULU, KABUPATEN MAROS”.
C. Tenik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data di lakukan dengan melalui penelusuran buku-buku dan literatur
yang ada kaitannya dengan topi masalah yang akan di teliti. dan juga memakai
teknik Angketatau disebut juga dengan kuesioner adalah teknik pengumpulan data
melalui pemberian daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis sesuai
dengan tujuan penelitian. Teknik ini merupakan salah satu teknik yang berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri
atau selfreport, atau
setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
Menurut jenis
penyusunan itemnya,angket terbagi menjadi dua (Hadi, 2000), tetapi dalam
penulisan ini penulis hanya menggunakan salah satunya yaitu; Angket tipe isian,
atau angket yang berisikan item-item yang diajukan dalam bentuk pertanyaan atau
permintaan komentar terhadap suatu kejadian atau keadaan.Jenis angket ini
terbagi lagi menjadi: 1). Angket bentuk terbuka (open from questionnaire) dimana responden secara bebas memberikan
jawabannya,
dan 2). Angket tertutup (closed from
questionnaire) yang hanya memberikan ruang yang sangat terbatas bagi
responden dalam memberikan jawabannya;
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Membangun peradaban
sebuah bangsa pada hakikatnya adalah pengembangan watak dan karakter manusia
unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi
oleh fitrah kemanusiaan. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos
kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
B. Saran
Melalui
program pendidikan Karakter ini diharapkan seorang pendidik atau Guru
berkarakter, memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan
pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya
sebagai pendidik sehingga lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik
yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai
norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan
karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Selanjutnya
diharapkan agar semua pihak terkait memahami hakikat pendidikan dalam
peningkatan akhlak mulia, serta pembangunan pendidikan karakter serta
berkewirausahaan dengan pendekatan belajar aktif dalam bingkai KTSP (kurikulum
tingkat satuan pendidikan). Dengan demikian dalam jangka waktu tertentu di
setiap satuan pendidikan akan terbentuk budaya sekolah (school culture) yang
mencerminkan budaya dan karakter bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro
Toha M. 2010. Metode penelitian.Universitas Terbuka. Jakarta.
Arikunto,
Suharsimi. (1998). Metode Penelitian
suatu Paraktek. Yogyakarta : UGM Press
Doni
Koesoema A. 2010 Pendidikan Karakter.
Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Grasindo. cetakan ke-2.
Kemendiknas.
2010. Model pembinaan pendidikan karakter
di lingkungan sekolah. Kemendiknas : Jakarta.
Kemendiknas.
2010. Pendidikan karakter di sekolah menegah pertama. Jakarta. Kemendiknas :
Jakarta.
Sumantri.
E. 2010. Pendidikan karakter harapan
handal bagi masa depan pendidikan bangsa. Pribumi Mekar. Bandung.
Sumantri
Endang & sofyan sauri. 2006. Konsep dasar pendidikan nilai. Pribumi Mekar.
Bandung.